IUFD (Intra Uterine Fetal Death) di usia kehamilan 20-21 minggu

"Assalamu'alaikum, Ayah bisa pulang sekarang gak? Ibu nge-flek lagi nih, tapi yang ini agak banyak. Ibu takut, Yah. Ayah bisa kan pulang?"
di seberang sana suamiku menjawab "ya, iya Ayah pulang. Ibu tunggu ya, nanti kita ke RS. Sekarang Ibu istirahat aja dulu"
Sambil menutup telpon itu, Aku rebahkan badanku. Jujur, perasaan gak karuan, deg-degan. Tapi Aku masih memikirkan debay dalam perutku. Kalau Aku tegang dan denyut jantung secepat ini, debay pasti ikut stress di dalam, pikirku. Maka Aku mencoba menenangkan diri, mengatur nafas panjang sambil berdzikir.
"Dedek sabar ya..Ayah lagi di jalan, nanti kita ke RS, dedek tenang ya.." Aku berbisik kepada debay sambil mengelus-elus perutku yang kurasakan saat itu mengeras. agak mulas memang tapi aku pikir karena akunya tegang.
Hingga Ayah sampai ke rumah, Aku sudah berhasil menenangkan diri. perutku pun sudah tidak kontraksi lagi. Menujulah kami ke RS, setelah sebelumnya sms-an sama dr. Inneke.

Sampai di RS, antrian masih panjang. Sambil menunggu panggilan masuk, si Ayah sempat membelikanku jagung manis keju yang di jual di RS sbg pengganjal lapar. Tapi koq pinggangku rasanya pegeeel banget. padahal cuma duduk-duduk aja. Ah, biasalah orang hamil, emang suka gitu kan?! sekali lagi mencoba tidak curiga.

Kemudian kamipun dipanggil ke ruang periksa. Langsung naik ke ranjang periksa untuk USG. Begitu alat usg nempel di perutku. Tatapan dr.Inneke bikin aku curiga.
"aduuuh...pantes aja pendarahan, Bu....." dr. Inneke tidak melanjutkan ucapannya... di Monitor, seperti kontrol seminggu lalu, sebagian besar dipenuhi pencitraan plasenta. tapi ada yang lebih aneh lagi. koq gambarnya diam? aku semakin deg-degan.

"udah brp lama mulesnya?" tanyanya. "Saya gak mules, dok" jawabku, karena memang saat itu gak mules lagi. tadi pun mulesnya karena tegang dan gak kenceng banget pikirku.

"Tapi ini udah gak bergerak lagi, Bu..Pak..." katanya sambil menoleh ke suamiku yang tertegun di sisi ranjang. "maksud dokter, gimana?" tanya suamiku dengan pandangan cemas. Di hati, aku sudah bisa menebak apa yang akan diucapkan dokter selanjutnya, tapi sungguh masih ingin berharap keajaiban.

"Bayinya sudah meninggal, Pak"

Ya Allah...serasa runtuh duniaku mendengar jawaban dr. Inneke. jantungku serasa berhenti berdetak, gak percaya dan hanya bisa terdiam. sampai-sampai mengucap "innalillahi wa innaa ilaihi roojii'uun" pun hanya bisa di dalam hati. Suamiku mengucapkan kalimat tsb dengan ekspresi yang sulit aku gambarkan, antara tak percaya, bingung dan terlebih lagi rasa kehilangan. kami hanya saling memandang dalam kebisuan.

"Ini harus diangkat hari ini juga ya Bu, jangan ditunda lagi. karena Ibu ada riwayat preeklamsia, takutnya kenapa2 ibunya nanti" ucapan dr. Inneke memecah kesunyian di antara kami. Ya, dr. Inneke menyarankan untuk segera operasi. dokter gak berani kuret karena riwayat preeklamsia kehamilan sebelumnya dan karena aku pernah saecar.

Setelah memikirkan beberapa pertimbangan, Kami setuju untuk mengeluarkan debay dengan operasi hari itu juga. Meski kami belum mempersiapkan apapun untuk proses "melahirkan" yang maju lebih cepat ini. Bismillah... Jika ini adalah takdirku, kuatkan kami, Ya Allah... mudahkanlah jangan dipersulit (Allahuma yassir wa laa tu'assir)
Kalimat itulah yang tak henti-hentinya aku ucapkan selama perjalanan menuju kamar perawatan, sementara tim operasi menyiapkan segala keperluan operasinya.

Ibu mertua dan adik iparku juga turut menemani proses tsb. jam 15:30 sudah harus operasi. CITO, tertulis di lembar persetujuan operasi. artinya operasi harus segera dilaksanakan secepatnya. Ya Allah, mudahkanlah jangan dipersulit, ucapan itu semakin merapat di tiap lirih nafasku.

Tiba2, jam 15:15, setelah aku berganti baju untuk operasi dan setelah pipis, perutku terasa melilit bukan main, sama seperti ketika aku akan melahirkan Raffi, anakku yang pertama. Aku panggil suster. ketika itu juga, pyaaarr...Aku merasakan cairan hangat mengalir deras di bawah sana. Benar saja, ketubanku pecah..! Bidan datang dan memeriksa kondisiku. "sudah pembukaan lengkap nih, saya sudah bisa meraba kakinya" begitu bidannya bilang. 
merekapun menghubungi dr. Inneke, mengkonfirmsi keadaanku. segera aku dilarikan ke ruang bersalin. iya, ruang bersalin, bukan ruang operasi. secercah cahaya seketika menerangi hatiku. jadi aku tidak perlu operasikah? ucap syukur sambil terus berharap bahwa itu benar. 

Dzikirpun semakin banyak aku lafadzkan. Tiba di ruang bersalin, dr. Inneke sudah menanti kami. "Bu Novi, kita coba (persalinan) normal dulu ya Bu, semoga ini adalah jalan kemudahan buat bu Novi. Bu Novi yang kuat ya..." dr. Inneke berkata lembut. Kemudian belio mulai memberi aba-aba pada bidan-bidan. Tensiku yang semula 100/60, menjadi 150/90 sejak tau debay sudah meninggal. ketegangan menyelimuti hati. Obat penurun tensi sudah dimasukan dalam infusanku. Rasa mulas makin kuat dan keluarlah debayku, kelahiran bayi yang tanpa tangisan tentunya :( 
M. Ezio Faiq Permana nama yang sudah aku siapkan sebelumnya ketika tau debaynya berjenis kelamin laki-laki. Lahir dalam kondisi yang sudah membiru. menurut dokter sudah 2-3 hari meninggalnya. duh Gusti, ampuni aku...kenapa tidak aku sadari keadaan ini sebelumnya? Penyesalanpun semakin dalam. Ternyata gerakan-gerakan yang aku rasakan kemarin hanyalah gerak peristaltik usus yang mirip gerakan janin usia 5 bulan, yang memang belum terasa keras jikapun dia menendang. 

Pengeluaran plasenta harus dibantu dengan induksi yang entah berapa dosisnya. Karena aku merasa mulas dan sakit yang teramat sangat setelah menerima induksi tsb. Rasanya ingin teriak "operasi aja dok" saking gak kuatnya menahan sakit itu. Tapi teringat lagi, aku sudah separuh jalan. dan terbayang juga nyeri bekas operasinya pasti akan memakan waktu penyembuhan yang lama, belum lagi biaya operasinya. Akhirnya aku hanya bisa pasrah menerima rasa sakit itu. sambil terus menerus memohon ampun kepada Allah. Allah sudah memudahkan proses persalinan anakku. harusnya Aku lebih kuat menghadapi proses selanjutnya. Alhamdulillah aku bisa keluar dari keputus-asaan itu dan memasrahkan semuanya. Aku berusaha membujuk sang plasenta untuk keluar, di dalam hati, entah terdengar olehnya atau tidak, aku bisiki "plasenta, terima kasih sudah menemani bayiku selama ini, sekarang tugasmu sudah selesai, temanmu pun sudah keluar, sekarang kamu keluar ya plasenta". kemudian aku memohon lagi sama Allah agar diberi kemudahan untuk proses selanjutnya. Alhamdulillah, gak lama setelah itu, plasentapun berhasil keluar tanpa bantuan alat apapun (tanpa kuret). Seketika mulas dan sakitnya menghilang bersama keluarnya plasenta. dan memang plasentanya membengkak. Bentuknya yang seharusnya pipih, terlihat menggelembung. tali penghubung antara plasenta dan janinpun lebih kecil dari ukuran seharusnya. Itulah yang menyebabkan debay tidak mendapat asupan makanan yang cukup. Ya Allah, kasihan anakku...terbayang dia kelaparan di dalam sana selama beberapa hari. Hati ini kembali perih, lebih perih dari luka sayatan manapun. Rasa bersalah kembali menikamku. Maafin Ibu yang tidak bisa menjagamu, Nak. Bisikku perlahan. Tapi entah apakah aku sanggup memaafkan diriku sendiri atas kejadian ini. Airmata yang sejak tadi mengalir semakin deras tak terbendung lagi, meski keluargaku berusaha menenangkan aku. Duuuh Gusti Allah, ini adalah sakit yang paling sakit yang pernah aku rasakan... Kuatkan hamba ya Allah...

dan inilah akhir perjalanan kehamilanku. Plasenta Megali (Pembengkakan pada plasenta), yang menyebabkan terhambat/terhentinya asupan nutrisi pada janin. tak pelak lagi membuat janin tidak bisa bertahan hidup. Penyebabnya bermacam-macam. Penyebab tersering terbentuknya pembesaran plasenta ini dihubungkan dengan edema pada villi placenta, vili yang melebar dapat menyebabkan janin menderita hipoxia dan lahir dengan keadaan APGAR skor yang jelek, selain itu penyebab lainnya adalah : Diabetes melitus pada kehamilan, Anemia berat pada kehamilan, Anemia pada fetus, Sifilis kongenital, Trombus besar antarvilus, Bekuan darah di bawah di atap chorionik plasenta (bawah permukaan janin), Toksoplasmosis, Nefrosis pada janin, Chrorioangiomata, pre-eklamsia, infeksi dll
Dr. Inneke mendiagnosa gejala pre-eklamsia pada kasus pembengkakan plasenta janinku. Meski protein urin didapati negatif saat ini,dan tidak ada tanda-tanda spesifik seperti hipertensi dan pembengkakan bagian tubuhku, menurutnya itu karena gejalanya masih di awal perjalanan pre-eklamsia. jikapun kehamilan masih berlanjut, besar kemungkinan bayi lahir dalam keadaan tidak bagus dan aku akan terkena komplikasi akibat eklamsia.



Semua anjuran dokter sejak awal kehamilan sudah kulakukan, berbagai pantangan pun sudah aku hindari. Bahkan kontrol rutin yang seharusnya dilakukan sebulan sekali, entah sudah berapa kali aku lakukan seminggu atau paling tidak 2 minggu sekali. Apalagi kalau aku mengalami flek atau kontraksi palsu, pasti aku langsung kontrol untuk sekedar mengecek keadaan janinku. Sudah dijaga sedemikian rupa tapi masih juga terlepas dari genggaman, artinya Allah punya kehendak lain. Mungkin inilah yang terbaik bagi janinku dan aku. Hanya kekuatan dan kesabaran yang aku mohonkan dalam menghadapi takdir ini. Baik/buruknya, hanya Allah yang tau. Semoga aku bisa mengambil hikmah dari semua ini. Aamiin...
#tolong jaga dia untukku, Ya Allah. Ampuni hamba yang tidak bisa menjaganya, hingga akhirnya Engkau mengambilnya kembali.#




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alhamdulillah Positiv

What Are You Going To Do? (Read: wathcugonnadu?) 😄